GESYA ETERNAL MARINA INGKAR JANJI, WARGA TUTUP JALAN

Gesya Eternal Marina sedang menimbun kolam ikan lele milik Yuni sebanyak 15 kolam tanpa ganti rugi. (foto : keprinews.com)
Keprinews.com – Batam. Seorang warga Kavling Agrowisata Marina Tanjung Riau menutup akses jalan PT Prima Karya Asih, pengembang Gesya Group Eternal Marina, 7 Februari 2020. Aksi tersebut dilakukan Yuli, pemilik salah satu kavling di Agrowisata Sei Temiang karena merasa dirugikan oleh pihak developer. Yuli yang sudah menempati kavling selama 18 tahun, tidak terima dengan sikap pihak developer yang dinilai tidak koperatif dan terkesan arogan.
Pasalnya, sebelum terjadi kesepakatan ganti rugi, pihak developer langsung meratakan/menimbun tanah milik Yuli menggunakan alat berat. Sebanyak lima belas kolam ikan lele ditutup dan hanya menyisakan beberapa kolam saja. Yuli seorang peternak ikan lele tak bisa berkutik pada saat kolamnya yang berisi ikan lele siap panen, ditimbun. “Mereka didampingi aparat dan dikawal sekelompok orang,” kata Yuli. 
Ahmad Zuhri H.H (Buyung), Ketua PC 3013 FKPPI Batam minta pemerintah peduli atas persoalan yang menimpa Yuli.
Yuli mengatakan, masalah ini sudah berlangsung sejak sebelas bulan. Selain tidak koperatif, Yuli kerap mendapat ancaman dari beberapa orang yang diduga didelegasikan Gesya Group Eternal Marina. “Saya dicaci maki. Bahkan kemarin pun, setelah saya menutup jalan ini, tiba-tiba ada orang yang menyambanginya dan mengancam akan meratakan semua tanah yang dikelolanya,” kata Yuli. Ironisnya, kata Yuli, oknum TNI yang dibawa oleh pihak developer sempat menuduh dirinya sebagai provokator. 
Namun setelah Yuli mengatakan kepada oknum TNI tersebut, ia memiliki sejumlah dokumen legal, oknum itupun tidak bisa berbuat banyak. Selain oknum aparat, pihak yang diduga preman pun pernah mengancamnya dan mencaci-makinya. Ditanya, mengapa pada saat itu tidak melaporkan kejadian tersebut kepada pihak berwajib? Yuli mengatakan karena ada upaya dari Lurah dan warga lainnya untuk memediasi antara pihak developer dengan dirinya. Hingga berita ini diturunkan,Yuli mengatakan belum ada kesepakatan dirinya dengan pihak developer.
“Selama beberapa bulan ini, saya tertekan dan menahan perasaan terus. Usaha saya tidak jalan. Mobil developer ini terus lalu lalang, sementara belum ada kesepakatan,” kata Yuli. Tak ada kepastian, akhirnya Yuli mengambil sikap dan menggali kembali bekas kolam yang telah diratakan/ditimbun oleh pihak developer. Senada juga disampaikan Lurah Tanjung Riau, Sekupang, Agus Sofyan, sebelum ada kesepakatan, lahan itu tidak bisa digarap oleh pihak developer. 
Agus Sofyan tidak menampik jika dirinya pernah mendudukkan pihak developer bersama warga, tetapi belum memiliki hasil dari pertemuan tersebut. “Kita sudah sepakat lahan belum bisa dikelola developer sebelum ada penyelesaian,” kata Agus Sofyan. Selaku lurah, ia juga tidak mendukung kegiatan yang dilakukan oleh pihak developer kepada warganya tanpa solusi. “Untuk menghindari gesekan, sebaiknya harus ada solusi dulu,” kata Agus Sofyan.
Terkait legalitas lahan, Yuli mengatakan ia membayar sewa lahan ke Badan Pengusahaan (BP Batam) setiap tahunnya. Menyadari usahanya bukan usaha yang kecil, dari awal merintis usaha, ia sudah mengurus semua dokumen. “Saya tidak ingin ada masalah di kemudian hari. Saya ingin kenyamanan berinvestasi,” kata Yuli. Anehnya kata Yuli, baru saja ia membayar sewa lahan, lahannya sudah digarap oleh developer Gesya Group Eternal Marina. “Kurang lebih 11 bulan yang lalu. Kalau tidak salah 4 bulan sebelum lebaran. Kalau mau kepastian tanggalnya, kita bisa buka cctv, karena semua kegiatan penimbunan kolam ikan, filenya saya simpan,” kata Yuli.
Melihat persoalan yang tengah membelit Yuli, Ahmad Zuhri H.H (Buyung), Ketua PC 3013 FKPPI Batam, terpanggil untuk membantu. Didasari panggilan hati, dan rasa persaudaraan akan masalah kemanusiaan yang dialami Yuli yang tidak kunjung selesai, ia menempatkan beberapa anggota FKPPI untuk berjaga-jaga di lahan yang menjadi konflik, untuk menghindari gesekan. Pasalnya, Yuli kerap mendapat ancaman dari beberapa orang yang diduga dari pihak developer. “Jangan karena gak ada keluarga atau di belakang bu Yuli, jadi semena-mena dengan bu Yuli,” kata Buyung.
Ia berharap, semua pihak ataupun stakeholder terkait dengan permasalahan lahan yang menimpa Yuli bisa duduk bersama dan bertindak lebih awal. “Jangan sampai menunggu ada masalah, gesekan yang lebih krusial, BP Batam, pemerintah dan pihak lainnya baru turun,” kata Buyung. Keberadaan FKPPI di dalam masalah Yuli, kata Buyung, karena kurangnya kepedulian pemerintah setempat untuk menyelesaikan masalah ini dengan serius, sehingga berkepanjangan. “Lurah harus pro aktif dan berpihak kepada rakyatnya,” kata Buyung.
Melihat situasi tersebut, pihak developer mengadakan pertemuan dengan Yuli di Penuin Nagoya, didampingi FKPPI, Jumat, 7 Februari 2020, petang hari. Dalam pertemuan tersebut, Bintang, salah satu pihak developer Gesya Group Eternal Marina menawarkan uang ganti rugi sebesar Rp 20 juta. Dengan tegas Yuli menolak tawaran tersebut, karena tidak sesuai dengan nilai ekonomi kerugian yang ditimbulkan pasca penimbunan. 
“Satu kolam itu 60 juta. Ada 15 kolam, belum saya hitung tanaman seperti cabe, pisang dan pohon-pohon lainnya,” kata Yuli. Sebab, pasca penimbunan Yuli tidak sempat memindahkan ikan lelenya yang siap panen dari 15 kolam, karena alat berat tiba-tiba sudah mengeruk lahannya tanpa izin pemilik kolam. “Nangis saya melihat ikan-ikan lele saya ditimbuni begitu saja oleh mereka. Dimana keadilan itu. Ada apa sebenarnya, kok bisa developer menggarap tanah yang sewanya saya bayar ke BP Batam. Apakah BP Batam mengetahui hal ini atau tidak, masalahnya waktu penimbunan ia melihat ada Ditpam BP Batam juga yang hadir,” tanya Yuli. 
Sementara itu, Radiapo Sinaga owner Gesya Group mengatakan ia akan mengecek ke lapangan, ketika media ini menanyakan persoalan yang terjadi di lahan kavling Agrowisata Sei Temiang. “Oh begitu, saya cek ke lapangan dulu ya,” kata Radiapo Sinaga. Tatkala media ini menanyakan apakah Gesya Eternal Marina memiliki legalitas untuk membangun property di lahan tersebut, Radiapo Sinaga mengatakan, “Ada bu... ada. Tentu sesuai dengan peraturan yang berlaku,” kata Radiapo Sinaga. Namun ia meminta waktu untuk memastikan permasalahan yang terjadi Gesya Eternal Marina dan Radiapo berjanji akan menghubungi kembali media ini. Namun ketika media ini menghubungi Radiapo kembali, Radiapo tidak mengangkat seluler hingga berita ini diturunkan. (Tim)

Editor;hen

Subscribe to receive free email updates:

DUKUNGAN TERHADAP PROKLAMASI KEMERDEKAAN INDONESIA Proklamasi kemerdekaan Indonesia merupakan puncak dari semua perjuangan bangsa Indonesia. Proklamasi kemerdekaan mendapatkan sambutan yang luar biasa dan dukungan yang spontan dari segenap penjuru tanah air. Dinding-dinding rumah dan bangunan, pagar-pagar tembok, gerbong-gerbong kereta api, dan apa saja, penuh dengan tulisan merah “MERDEKA ATAU MATI.” Juga tulisan “SEKALI MERDEKA TETAP MERDEKA.” Maklumat Pemerintah tanggal 31 Agustus 1945 telah menetapkan Pekik Perjuangan “MERDEKA”sebagai salam nasional yang berlaku mulai tanggal 1 September 1945. Caranya dengan mengangkat tangan setinggi bahu, telapak tangan menghadap ke muka, dan bersamaan dengan itu memekikkan “Merdeka”. Pekik “Merdeka” menggema di mana-mana di seluruh wilayah Indonesia.KEPRINEWS.COM-MEDIA AKTUAL DAN TERPERCAYA