WAJAH PEMUKIMAN SENJULUNG DARI PEMUKIMAN SAMPAH

Relokasi pemukiman baru warga yang sebelumnya tinggal di pinggiran TPA, Kabil, Telaga Punggur. (Foto: Nila)
Keprinews.com, Batam - Dulu, warga Senjulung hidup berdampingan dengan sampah. Akrab dengan sampah raksasa yang menjadi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dari berbagai sudut Kota Batam. TPA-nya terletak di Telaga Pungur, Kelurahan Kabil, Nongsa-Kota Batam. Kini, ratusan warga Senjulung tidak lagi mencium aroma tidak sedap, bau, dari sampah hasil pembuangan industri, rumah tangga.

Pasalnya warga kini telah mendapatkan kavling yang layak huni. Tak jauh dari TPA. Warga tidak lagi mencium aroma yang ditebarkan sampah yang menggunung. Relokasi baru, terdiri dari 4 (empat) rukun tetangga, yakni RT I, Rt II, Rt III dan RT IV di bawah satu kelurahan. Satu pemukiman yang sudah lama didambakan oleh masyarakat setempat. Disuarakan dan didambakan. Ketua Rukun Warga (RW), Rojak mengatakan: “Alhamdulillah, keadaan sekarang sudah jauh berbeda.”

Pemukiman itu tertata dan bersih. Untuk menfasilitasi akses masyarakat setempat, jalan baru dibuka, meski belum diaspal. Bangunan sederhana tampak di sisi kanan dan sisi kiri jalan. Memasuki perkampungan, mesjid sebagai tempat ibadah warga pun tampak sedang dibangun. Dibangun dari swadaya masyarakat.

Menurut salah seorang ibu rumah tangga, Siti, dulu banyak rumah warga berdiri di pinggir TPA. Lumayan padat dan kumuh. Siti mengatakan: “Sejak ada kavling ini, suasana pemukiman lebih nyaman dan tenang.” Ia senang dengan pemukiman sekarang, ditambah dengan adanya mesjid yang sedang tahap pembangunan.

Untuk membantu perekonomian keluarga, saban hari warga mencari sampah yang bisa didaur ulang. Warga Senjulung kini sangat mendambakan air bersih. Pendapatan hasil dari memulung sampah tidak sebanding dengan pengeluaran. Mereka harus membayar setiap harinya Rp 10 ribu perdrum. Jika tak ada hujan, pengeluaran warga bisa bertambah. “Apalagi harga sampah yang turun naik, membuat pendapatan kita semakin pelik,” kata Siti. Untuk mendapatkan uang Rp 2 juta, warga setidaknnya mengumpulkan sampah selama dua bulan.

Senada disampaikan Rojak, pendapatan perkapita warganya tidak cukup bila hanya mengandalkan upah kepala rumah tangga. “Sebagian ada yang kerja di luar dan sebagian lagi memang ada yang tergantung dari sampah ini,” kata Rojak. Oleh karena itu Rojak berharap pemerintah Kota Batam, bisa memberikan solusi terhadap persoalan air yang dihadapi warganya.

Menurut Rojak, gagasan untuk mendapatkan kavling, sudah lama disampaikan kepada pemerintah melalui wakil rakyat yang kini sudah duduk di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Batam. Mewakili warganya, Rojak kecewa setelah apa yang menjadi aspirasi warga tidak direalisasikan wakil rakyat tersebut. “Justru gagasan ini bisa terlaksana berkat tiga caleg yang turut memotivasi kami untuk mendapatkan pemukiman ini,” kata Rojak.

Terakhir Rojak mengatakan ia bersama warganya hanya mendudukkan wakil rakyat yang benar-benar menerima dan menjalankan aspirasi warganya. “Kami tidak mau lagi memilih caleg yang sama yang tidak memedulikan warganya,” kata Rojak. (Nila)

Editor: red

Subscribe to receive free email updates:

DUKUNGAN TERHADAP PROKLAMASI KEMERDEKAAN INDONESIA Proklamasi kemerdekaan Indonesia merupakan puncak dari semua perjuangan bangsa Indonesia. Proklamasi kemerdekaan mendapatkan sambutan yang luar biasa dan dukungan yang spontan dari segenap penjuru tanah air. Dinding-dinding rumah dan bangunan, pagar-pagar tembok, gerbong-gerbong kereta api, dan apa saja, penuh dengan tulisan merah “MERDEKA ATAU MATI.” Juga tulisan “SEKALI MERDEKA TETAP MERDEKA.” Maklumat Pemerintah tanggal 31 Agustus 1945 telah menetapkan Pekik Perjuangan “MERDEKA”sebagai salam nasional yang berlaku mulai tanggal 1 September 1945. Caranya dengan mengangkat tangan setinggi bahu, telapak tangan menghadap ke muka, dan bersamaan dengan itu memekikkan “Merdeka”. Pekik “Merdeka” menggema di mana-mana di seluruh wilayah Indonesia.KEPRINEWS.COM-MEDIA AKTUAL DAN TERPERCAYA