Cegah Penyelundupan, Satgas Pengawasan Penyelundupan Batam Segera Dibentuk

Membahas penyelundupan olahan hutan bakau yang luput dari pantauan Pemko Batam dan jajaran penegak hukum. (foto: nila)
Keprinews.com, Batam - Guna mencegah penyelundupan di Kota Batam, sejumlah elemen masyarakat yang tergabung dari berbagai latar belakang, akan membentuk Satuan Petugas Pengawasan Penyelundupan. Merunut dari penyelundupan di Kota Batam, yang seolah menjadi “tradisi”, Satgas Pengawasan Penyelundup Kota Batam berinisiatif menjaga Batam dari pergerakan penyelundupan. Maraknya masalah penyelundupan yang terungkap dan belum tersentuhnya beberapa sindikat penyelundupan, memotivasi sejumlah masyarakat di Kota Batam menggagas satgas ini.

Penyelundupan di Kota Batam, menurut Aldi Braga ibarat penyakit kornis yang tak kunjung terselesaikan. Pengungkapan beberapa kasus penyelundupan seperti penangkapan trafficking, narkoba, barang-barang impor illegal, tidak berdampak langsung bagi masyarakat Batam. Berbeda halnya dengan impor bakau yang telah berjalan belasan tahun.
Penyelundupan dengan modus perusakan lingkungan. “Hal ini sangat berbahaya bagi kesejahteraan masyarakat sendiri. Masalah narkoba, merugikan pribadi beberapa orang. Tapi perusakan biota laut akibat eksploitasi mangrove, itu kejahatan luar biasa. Karena berdampak terhadap keberlanjutan hidup masyarakat,” kata Aldi Braga.
Menyelesaikan masalah penyelundupan bakau, menurut Aldi Braga harus total. Tidak bisa kompromi. Meskipun diatur dalam Undang Undang Nomor 41 Tahun 1999, larangan pengeksploitasian pohon bakau di pinggir laut dengan ancaman pidana 10 tahun penjara dan denda Rp 5 milyar, namun Pemerintah Kota Batam diduga masih “berdamai” terhadap jaringan penyelundupan bakau.
Seyogianya, kata Syamsul Paloh. Pemerintah Kota Batam “wajib” memelihara hutan bakaunya sesuai dengan Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014, di mana Pemerintah Kota Batam  bertanggung jawab atas kerusakan mangrove yang berada di luar kawasan hutan. Melihat pergerakan sindikat penyelundupan di Kota Batam, Syamsul Paloh dan Aldi Braga menyangsikan kesterilan penegak hukum dan instansi terkait di wilayah hukum Kota Batam. Menurut pantauan mereka, mata rantai penyelundupan bakau, dikendalikan oleh “tangan-tangan besi’ yang tidak tertutup kemungkinannya melibatkan beberapa instansi dan lini profesi.
Menyoal capaian hasil pengungkapan penyelundupan di Kota Batam, kembali Aldi Bragi menegaskan, narkoba, perdagangan, dan penyelundupan lainnya, hanya yang tampak saja. Kendati pun, ia mengapresiasi setiap usaha yang telah dilakukan Bea Cukai Batam yang bekerjasama dengan jajaran penegak hukum. Yang tidak kita apresiasi, ketika pemerintah daerah dan penegak hukum masih bersikap “baik” dengan jaringan mafia penyelundup bakau yang menurutnya jauh lebih besar. “Sederhananya, kok ada pabrik arang di Batam. Sudah belasan tahun lo. Di China dan Tiongkok sana, harga arang dari bakau melambung tinggi. Seyakinnya saya, tak mungkin instansi di lini profesi tak tahu itu. Ini yang patut kita pertanyakan. Ada apa?” kata Aldi Braga.
Kedatangan sejumlah menteri dan pejabat tinggi negara ke Batam dengan komitmen menertibkan kawasan Batam dari tindak penyelundupan, kata Syamsul Paloh kiranya jangan menjadi retorika belaka oleh sikap pemerintah daerah dan penegak hukum di Batam yang terkesan “setengah hati” menindak pelaku jaringan mafia penyelundupan. Ditanya, apa yang akan dilakukan Satgas Pengawas Penyelundupan, jika dideklarasikan? Syamsul Paloh mengatakan sesuai dengan undang-undang yang mengaturnya, Pemerintah Kota Batam yang tidak mengindahkan ekosistem mangrove bisa kena sanksi. “Ada undang-undang yang mengaturnya. Sebagai masyarakat yang sadar hukum, kita akan pertanyakan pemda terkait indikasi yang kita temukan di lapangan,” kata Syamsul Paloh.
Dalam peraturan yang berlaku kata Syamsul Paloh, pemerintah daerah diberikan hak mengelola dan memelihara mangrove (hutan bakau) yang dapat menyumbang pendapatan asli daerah, PAD. Undang-Undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dikategorikan sebagai kawasan penting yang perlu dikelola Pemda. “Jangan cerita menjadikan Batam sebagai Kota Pariwisata, jika mangrove tidak terurus dan dieksploitasi secara tidak bertanggung jawab,” kata Syamsul Paloh. Dan di dalam Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya, Pemerintah Kota Batam berpeluang kena sanksi jika mengindahkan pemanfaatan, mengelola dan memelihara hutan bakau. (nila)

Editor:red

Subscribe to receive free email updates:

DUKUNGAN TERHADAP PROKLAMASI KEMERDEKAAN INDONESIA Proklamasi kemerdekaan Indonesia merupakan puncak dari semua perjuangan bangsa Indonesia. Proklamasi kemerdekaan mendapatkan sambutan yang luar biasa dan dukungan yang spontan dari segenap penjuru tanah air. Dinding-dinding rumah dan bangunan, pagar-pagar tembok, gerbong-gerbong kereta api, dan apa saja, penuh dengan tulisan merah “MERDEKA ATAU MATI.” Juga tulisan “SEKALI MERDEKA TETAP MERDEKA.” Maklumat Pemerintah tanggal 31 Agustus 1945 telah menetapkan Pekik Perjuangan “MERDEKA”sebagai salam nasional yang berlaku mulai tanggal 1 September 1945. Caranya dengan mengangkat tangan setinggi bahu, telapak tangan menghadap ke muka, dan bersamaan dengan itu memekikkan “Merdeka”. Pekik “Merdeka” menggema di mana-mana di seluruh wilayah Indonesia.KEPRINEWS.COM-MEDIA AKTUAL DAN TERPERCAYA