Papua,Keprinews.com-cita cita ingin berbakti dan memberikan pengabdian tanpa memperhitungkan tantangan atau resiko,itulah yang ada dibenak anak dari arsitek Perancang Mesjid istiglal jakarta Friedrich Silaban ,Begitu lulus dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 37 tahun lalu, ia sudah memantapkan hati untuk tidak membuka praktik di kota. Ia memilih bekerja di pedalaman Papua, langsung di Oksibil, Puncak Jaya di kawasan Jayawijaya. Untuk mencapainya, saat itu, hanya dengan berjalan kaki selama seminggu dari Wamena dan ia melakukan itu berkali-kali sejak pertama tiba.
 |
Bapak bersafari coklat ini adalah Tigor Silaban, 65 tahun. Ia legenda di pedalaman Papua.(sumber foto : twitter @jayapuraupdate |
"Bukan medannya saja yang begitu sulit, daerahnya pun dicap merah: penembakan sporadis masih marak di sana. “Tapi saya sudah berjanji kepada Tuhan, kalau saya lulus, saya ingin bekerja di pedalaman Papua, jauh dari Jakarta. Saya ingin menorong orang, dan tidak ingin praktik,” katanya suatu ketika.
Baru beberapa bulan bertugas di Oksibil, ada dokter yang terbunuh. Ia pun diminta pindah, tapi warga setempat marah. Di Oksibil, ia satu-satunya dokter.
Begitulah. Selama puluhan tahun di pedalaman Papua itu, tak terbilang lagi perjalanan yang ditempuhnya berminggu-minggu lamanya sekali perjalanan, dari kampung ke kampung untuk menggapai rumah penduduk yang sakit.
Sampai hari ini, Tigor Silaban masih di Papua. Namanya menjadi legenda di pedalaman. Tidak heran, dalam dirinya mengalir darah legenda lain, arsitek kenamaan yang merancang Masjid Istiqlal -- FriedrichSilaban, ayahnya.(sumber twitter)
foto: twitter @jayapuraupdate