![]() |
Diduga ada temuan dalam pemberian izin objek hiburan, Komisi II akan lakukan sidak ke sejumlah objek hiburan. (Foto : keprinews.com) |
Keprinews.com, Batam – Penerimaan pajak dari sektor hiburan di Kota Batam masih belum bisa mendongkrak Pendapatan Asli Daerah (PAD). Keberadaan objek hiburan di Kota Batam, masih jauh dari harapan untuk menjadi salah satu sumber pembiayaan dalam menyelenggarakan roda pemerintahan. Hal itu dikatakan Dandis Rajagukguk, anggota Komisi II, di depan sejumlah pengusaha objek hiburan dalam rapat dengar pendapat, Senin, 2 Juli 2019.
Sebelumnya, per Desember 2018 dari target perubahan pajak hiburan jenis ketangkasan elektronik, bilyard dan sejenisnya, sebesar Rp. 3.500.000.000 dan terealisasi sebesar Rp 2.644.071.175, atau sekitar 75%. Sementara untuk target perubahan untuk jenis hiburan diskotik, pub, café, KTV dan sejenisnya sebesar Rp 11.100.000.000 dengan realisasi sebesar Rp 10.886.152.290 atau sekitar 98.07 persen. Hal itu menurut Dandis Rajagukguk pajak penerimaan hiburan Kota Batam belum bisa mencapai target sesuai yang ditetapkan.
Harusnya, kata Dandis Rajagukguk, dengan banyaknya tempat hiburan di Kota Batam, menjadi salah satu andalan sumber pendapatan daerah oleh pemerintah Kota Batam. Tampaknya penerimaan pajak dengan potensi di lapangan, membuat Dandis Rajagukguk bersama anggota Komisi II lainnya mencari akar permasalahan, mengapa penerimaan pajak dari sektor hiburan tidak maksimal. Kendati Uba Sigalingging tidak menampik jika pendapatan pajak pada akhir-akhir ini mengalami peningkatan, namun menurut Uba Sigalingging peningkatan tersebut belum memenuhi target.
Dari dengar pendapat yang dilakukan dengan sejumlah pengusaha objek hiburan selama dua termin, Komisi II menemukan adanya indikasi penyimpangan dalam pemberian izin. Menurut Willy, pengawas sekaligus penyidik PNS Kota Batam, saat ini objek hiburan yang beroperasi sebanyak tiga puluh sembilan (39), satu (1) diantaranya belum beroperasi. Di sisi lain, Komisi II DPRD, menerima laporan dari BP2RD hanya ada sepuluh (10) karaoke yang membayar pajak.
Uba Sigalingging mempertanyakan sistem pengawasan yang dilakukan tim PPNS, sekaligus menyoal adanya kegiatan ketangkasan bola pinpong di arena karaoke. “Ada terdapat permainan bola pinpong di banyak tempat di tempat karaoke. Mereka bayar pajak gak sih pak?” kata Uba Sigalingging. Willy mengatakan permainan bola pinpong tidak diatur dalam Perda. “Tidak ada di Perda Pak,” kata Willy. Menanggapi permainan bola pinpong yang tidak diatur di Perda, Uba Sigalingging mengingatkan Willy tentang Perda 2003 pasal 6 ayat 2, pengusaha jasa rekreasi dan hiburan merupakan salah satu gelanggang bola ketangkasan. “Kalau anda pengawas tidak berpedoman ke situ, salah. Coba anda cek,” kata Uba Sigalingging.
Sebelumnya Willy mengatakan jika permainan ketangkasan bola pinpong bukanlah ranah pengawasannya, tapi pihak dari kepolisian. Menyoal tidak adanya Perda yang mengatur, Uba Sigalingging mengatakan seharusnya pengawas berinisiatif untuk melaporkan ketidakadaan Perda, bukan mendiamkan. “Ini izin karaoke. Harusnya anda menyikapi ketika ada kegiatan lain. Karena anda penanggung jawab pengawasan Perda, anda tidak boleh mengatakan itu ranah sana, bukan ranah kami,” kata Uba Sigalingging.
Ditanya soal permainan bola pinpong di tempat karaoke, Alius, supervisor Pasific KTV mengaku jika permainan bola ketangkasan tersebut ada di tempatnya. Namun, ia tidak tahu siapa pemilik ketangkasan tersebut. Sepengetahuannya, Pasifik hanya menyediakan, pemilik ketangkasan hanya penyewa. “Setahu saya mereka hanya sebagai penyewa Pak,” kata Alius. Hal yang sama juga diakui oleh Bejo, Manager Operasi Galaxy, selain menyediakan karaoke, Galaxy KTV juga menyediakan permainan ketangkasan bola pinpong, dimana pengelola ketangkasan hanya sebagai penyewa.
Sementara itu, menyoal izin yang dimiliki pengusaha ketangkasan, Hengki, pengusaha Golden Game mengatakan, ia memakai izin permainan anak dan keluarga. Idawati Nursanti, anggota Komisi II memaparkan jika Perda telah mengatur dua jenis izin permainan untuk anak dan dewasa. Ironisnya, dari pengamatan Idawati Nursanti, efektifitas pemberian izin hanya untuk permainan anak dan keluarga, bukan dewasa. Meskipun para penggunanya banyak orang dewasa. Padalah untuk membuat Perda kata Idawati Nursanti, menelan biaya cukup besar.
“Izin untuk anak-anak itu 15 persen, untuk dewasa itu 50 persen. Yang mana ini digunakan. Sehingga pemberian izin sampai wajib pajaknya tidak sesuai? Kalau PTSPnya tidak bisa membedakan, gak salah dong pengusahanya,” kata Idawati Nursanti. Golden Game misalnya, memiliki gelanggang permainan untuk anak-anak dan keluarga dan juga memiliki gelanggang permainan untuk dewasa, hanya dengan mengantongi izin permainan anak-anak dan keluarga. Sedangkan izin untuk permainan dewasa, Hengki mengatakan ia tidak memiliki. Oleh karena itu, Idawati Nursanti mengatakan ketidakefektifan izin hiburan untuk klasifikasi dewasa telah merugikan keuangan daerah. “Intinya sudah ada kesalahan. Perda ini memakan biaya besar,” kata Idawati Nursanti.
Carut-marutnya pemberian izin terhadap objek hiburan, Komisi II rencananya akan melakukan Banggar dengan Komisi I. Mulia Rindo Purba mengatakan dalam pemberian izin diduga ada temuan yang perlu dipertanyakan. “Ini udah temuan. Padahal kita sudah buat dua izin. Kita akan buat banggar, hingga ini jadi temuan,” kata Mulia Rindo Purba. Perihal pemberian izin, Idawati Nursanti mengatakan PTSPlah yang tidak sesuai memberikan izin usaha. Dalam hal ini, pengusaha tidak bisa disalahkan. “PTSPnyalah yang tidak betul memberikan izin,” kata Idawati Nursanti.
Willy berdalih jika pembayaran pajak anak-anak dan pajak dewasa, PTSP tidak tahu menahu dalam hal ini. Sontak Uba Sigalingging menimpali pernyataan Willy yang diduga telah” bermain” dalam hal pemberian izin. “Saya pikir anda gak usah ngotot. Kami akan sidak nanti. Apa yang anda sebut salah itu, saya akan laporkan nanti. Kalau anda bermain di sini,” kata Uba Sigalingging.
Sementara itu, Kaban, Kepala BP2RD tidak menampik jika capaian target pajak mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya. Hingga di semester I di tahun 2019, realisasi pajak hiburan mencapai 46,6 persen. Kendati demikian Kaban mengatakan capaian dan kemampuan pengelolaan pajak hiburan yang direncanakan dibandingkan target berdasarkan potensi riil Kota Batam kurang maksimal. Ia mengatakan ia akan meningkatkan koordinasi dengan DPM-PTSP untuk mencapai target pajak hiburan sesuai dengan target yang direncanakan.
Terakhir, Dandis Rajagukguk mengatakan jika dua izin hiburan diterapkan dengan baik, realisasi dari target yang direncanakan pasti tercapai. Ia mengharapkan para pengusaha melaksanakan kewajibannya seperti membayar pajak sesuai peraturan yang berlaku jika ingin berusaha di Kota Batam. Rencananya Komisi II akan melakukan pengecekan langsung ke tempat-tempat objek hiburan. “Tentu kami akan mendalami terkait pendapatan. Termasuk izin yang dikeluarkan untuk ruko dan yang lain-lain,” kata Uba Sigalingging. (nl)