DISAIN TERTERA PADA SPANDUK TERKAIT HUT RI SALAH SATU BUKTI MANAJEMEN KOMUNIKASI PEMERINTAH MASIH PERLU DIPERBAIKI

Keprinews.com,Jakarta-Perbedaan pandangan bahkan menimbulkan pro dan kontra tentang disain yang tertera pada spanduk terkait dengan HUT RI, sedang terjadi di ruang publik. Ada yang memprotes dan ada yang meminta  mengganti disainnya.
Emrus Sihombing (foto:ist)

Sebab, menurut hemat saya, disain tersebut lebih cenderung sebagai karya seni untuk seni, tetapi belum mempertimbangkan secara maksimal aspek komunikasi, utamanya dengan presepsi dan pemaknaan khalayak. Belum lagi bicara berapa biaya dikeluarkan untuk mendisainya.

Wacana tentang disain tertera pada spanduk terkait dengan HUT RI dapat dipersepsikan dan dimaknai sangat perspektif dan subyektif. Ada yang memprotes karena mirip dengan simbol agama tertentu sehingga belum mencerminkan pluralitas di tengah masyarakat. Namun dari pihak pemerintah mengatakan, itu bukan simbol agama tertentu.

Bantahan semacam ini sebagai kebiasaan pola komunikasi “pemadam kebakaran” yang acapkali diperankan oleh  tim komunikasi pemerintah sampai saat ini. Hal ini terjadi karena pengelolaan komunikasi pemerintah belum mengedepankan antara lain antisipatif terhadap respon publik.

Perbedaan yang tidak produktif itu bisa dilihat dari dua hal. Pertama, persepsi. Setiap manusia pasti memberikan persepsi yang berbeda terhadap stimulus yang diterima melalui panca indra. Perbedaan persepsi ditentukan dari sudut pandangan mana khalayak melihat stimuli itu. Karena itu, tidak heran, ada yang mengatakan disain tersebut ada kemiripan simbol agama tertentu. Ada yang mengatakan tidak. 

Kedua, pemaknaan. Setiap simbol atau tanda, termasuk sebuah disain logo, sama sekali tidak bermakna, tetapi manusialah (khalayak) yang memberi makna terhadap simbol. Lambang yang sama (verbal maupun non-verbal) bisa dimaknai berbeda dari orang atau sekelompok masyarakat yang berbeda karena nilai dan atau kepentingan tertentu.
Perbedaan makna ditentukan oleh interaksi sosial yang dialami oleh masing-masing orang atau sekelompok masyarakat. Karena itu, makna bersifat sosial sebagai produk interaksi sosial.

Dengan kata lain,  nilai, ideologi, budaya, kepentingan dan dunia keseharian yang terkonstruksi selama ini bagi setiap orang maupun sekelompok masyarakat menjadi dasar bagi mereka memaknai sesuatu. Tidak heran simbol tertentu bagi orang atau masyarakat tertentu, menjadi suatu hal sangat dihormati dalam kehidupannya, namun bagi masyarakat yang lain simbol yang sama sebagai suatu yang biasa saja.

Merujuk pada disain yang tertera pada spanduk yang terkait dengan HUT RI tersebut, menurut hemat saya, produksi disain belum maksimal atau tidak sama sekali mempertimbangkan kedua aspek di atas.

Di samping itu, disain itu tampaknya belum melalui proses pre test yang kredibel kepada sekelompok masyarakat heterogen sebagai representasi pluralitas bangsa Indonesia untuk menangkap respon, pendapat dan penilaian sebagai bahan evaluasi sebelum disain di-release ke ruang publik.

Merujuk pada uraian di atas, untuk kesekian kalinya saya mengatakan bahwa komunikasi pemerintah pusat masih perlu perbaikan berdasarkan prinsip-prinsip tatakelola komunikasi yang baik.

Untuk itu, saya menyarankan kepada Presiden agar  penanggungjawab komunikasi pemerintah pusat diserahkan kepada para komunikolog. Sepanjang belum berpijak pada the right man on the right job di bidang komunikasi, maka pengelolaan komunikasi pemerintah akan selalu berpotensi menimbulkan polemik yang tidak produktif di ruang publik. Karena  itu, manajemen komunikasi pemerintah pusat sejatinya segera diperbaiki.

Salam,
Emrus Sihombing
Direktur Eksekutif
Lembaga EmrusCorner

Subscribe to receive free email updates:

DUKUNGAN TERHADAP PROKLAMASI KEMERDEKAAN INDONESIA Proklamasi kemerdekaan Indonesia merupakan puncak dari semua perjuangan bangsa Indonesia. Proklamasi kemerdekaan mendapatkan sambutan yang luar biasa dan dukungan yang spontan dari segenap penjuru tanah air. Dinding-dinding rumah dan bangunan, pagar-pagar tembok, gerbong-gerbong kereta api, dan apa saja, penuh dengan tulisan merah “MERDEKA ATAU MATI.” Juga tulisan “SEKALI MERDEKA TETAP MERDEKA.” Maklumat Pemerintah tanggal 31 Agustus 1945 telah menetapkan Pekik Perjuangan “MERDEKA”sebagai salam nasional yang berlaku mulai tanggal 1 September 1945. Caranya dengan mengangkat tangan setinggi bahu, telapak tangan menghadap ke muka, dan bersamaan dengan itu memekikkan “Merdeka”. Pekik “Merdeka” menggema di mana-mana di seluruh wilayah Indonesia.KEPRINEWS.COM-MEDIA AKTUAL DAN TERPERCAYA